Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia terus menggeber penyidikan kasus dugaan korupsi dalam pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK), khususnya laptop Chromebook, untuk Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Dalam perkembangan terbaru yang signifikan, tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) telah memeriksa tidak kurang dari 80 orang saksi. Langkah maraton ini mengindikasikan upaya Kejagung untuk membongkar tuntas praktik lancung yang diduga merugikan negara triliunan rupiah dan membidik para aktor intelektual di balik skandal ini.
Pemeriksaan puluhan saksi ini dilakukan secara intensif selama beberapa pekan terakhir, mencakup berbagai pihak yang terlibat dan mengetahui proses pengadaan dari hulu hingga hilir. Mereka yang dipanggil terdiri dari pejabat pembuat komitmen (PPK) di lingkungan Kemendikbudristek, panitia lelang, direksi perusahaan pemenang tender, hingga distributor dan sub-kontraktor yang terlibat dalam penyediaan perangkat.
Mengurai Benang Kusut Pengadaan Fokus Penyidikan: Penggelembungan Harga dan Spesifikasi
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Dr. Harli Siregar, dalam keterangannya kepada pers, menjelaskan bahwa fokus utama penyidikan adalah pada dugaan penggelembungan harga (mark-up) dan persekongkolan dalam penentuan spesifikasi teknis barang. “Penyidik mendalami adanya dugaan lock spesifikasi yang
sengaja diarahkan untuk memenangkan perusahaan tertentu, serta adanya mark-up harga satuan yang tidak wajar,” jelas Harli di Gedung Bundar Kejagung.
Kasus ini bermula dari program digitalisasi sekolah yang dicanangkan pemerintah sebagai bagian dari upaya modernisasi pendidikan. Kemendikbudristek mengalokasikan dana besar melalui DAK Fisik Pendidikan. Anggaran itu digunakan untuk pengadaan puluhan ribu unit Chromebook. Perangkat tersebut akan didistribusikan ke sekolah-sekolah di berbagai daerah. Prioritas utama adalah wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Program mulia ini diduga telah dinodai oleh praktik koruptif yang sistematis.
Modus operandinya diduga melibatkan beberapa tahap. Pertama, oknum di kementerian diduga berkolusi dengan calon penyedia untuk merancang kerangka acuan kerja (KAK) dan spesifikasi teknis yang mengunci produk dari merek atau distributor tertentu. Kedua, terjadi penggelembungan harga yang signifikan dari harga pasar wajar, yang selisihnya kemudian diduga dibagi-bagikan kepada pihak-pihak yang terlibat.
Keterangan Saksi Mengarah ke Pejabat Tinggi
Dari pemeriksaan 80 saksi, penyidik telah mengantongi sejumlah alat bukti penting. Bukti tersebut mencakup dokumen lelang, kontrak, bukti transfer dana, dan rekaman komunikasi. Sumber internal di Kejagung menyebutkan, keterangan saksi dari pihak swasta mulai mengerucut dan saling bersesuaian. Mereka menunjuk pada adanya arahan dan intervensi dari oknum pejabat kementerian dalam proses lelang.
“Kami sedang memetakan alur perintah dan aliran dana. Pemeriksaan 80 saksi ini bertujuan untuk menguji silang keterangan satu sama lain dan membangun konstruksi hukum yang kokoh. Dari sini, kami akan dapat melihat siapa yang paling diuntungkan dan siapa yang menjadi pengendali proyek ini,” ujar seorang penyidik yang tidak ingin disebutkan namanya.
Pemeriksaan tidak hanya dilakukan di Jakarta. Tim penyidik juga telah turun ke beberapa daerah untuk melakukan verifikasi fisik terhadap barang yang diterima oleh sekolah. Ditemukan adanya dugaan ketidaksesuaian antara spesifikasi dalam kontrak dengan barang yang diterima, serta keluhan dari pihak sekolah mengenai kualitas perangkat yang di bawah standar dan cepat rusak. Hal ini memperkuat dugaan bahwa tidak hanya harga yang dimainkan, tetapi juga kualitas barang yang dikorbankan demi meraup keuntungan ilegal.
Dampak Luas dan Upaya Penegakan Hukum
Skandal korupsi Chromebook ini memberikan pukulan telak bagi dunia pendidikan. Di satu sisi, dana yang seharusnya digunakan untuk menyediakan akses teknologi bagi siswa-siswi di daerah tertinggal justru dikorupsi. Di sisi lain, perangkat yang sampai ke sekolah seringkali tidak dapat berfungsi optimal, menghambat proses belajar mengajar berbasis digital yang menjadi tujuan utama program.
Pengamat kebijakan publik, Ahmad Fauzi dari Indonesia Corruption Watch (ICW), mendesak Kejagung untuk tidak berhenti pada pelaku lapangan. “Kasus pengadaan barang dan jasa dengan nilai fantastis seperti ini jarang sekali hanya melibatkan pejabat level bawah. Harus ada keberanian untuk menelusuri hingga ke level pengambil kebijakan tertinggi yang memberikan ‘lampu hijau’ pada proyek ini. Angka 80 saksi menunjukkan keseriusan, dan publik berharap ini akan mengarah pada penetapan tersangka dari kalangan ‘ikan kakap’,” tegasnya.
Pihak Kemendikbudristek sendiri telah menyatakan komitmennya untuk bersikap kooperatif dan mendukung penuh proses hukum yang berjalan di Kejagung. Menteri Nadiem Makarim dalam beberapa kesempatan menegaskan bahwa kementeriannya akan melakukan reformasi tata kelola pengadaan dan tidak akan menoleransi segala bentuk penyimpangan.
Langkah Kejagung selanjutnya adalah melakukan gelar perkara (ekspose) untuk mengevaluasi seluruh alat bukti yang telah terkumpul. Dari gelar perkara inilah akan diputuskan siapa saja pihak yang dapat ditingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka. Publik kini menanti dengan cemas dan penuh harap. Mereka berharap penegakan hukum berjalan adil dan tanpa pandang bulu. Proses ini diharapkan memberi efek jera. Yang terpenting, publik ingin masa depan pendidikan anak-anak Indonesia terbebas dari korupsi. Jika kamu ingin versi yang lebih formal, santai, atau jurnalistik, saya bisa sesuaikan juga